Sekilas
tentang Kearifan Lokal Masyarakat
Oleh : Hotibin,S.Sos, SH. MPSSp.
A. Pendahuluan
Keragaman bangsa Indonesia dari sisi
etnis, suku, budaya dan lainnya sejatinya juga menunjuk kepada karaktreristik
masing-masing. Pada saat yang sama, kekhasan itu pada umumnya memiliki kearifan
yang pada masa-masa lalu menjadi salah satu sumber nilai dan inspirasi dalam
merajut dan menapaki kehidupan mereka.
Sejarah menunjukkan, masing-masing
etnis dan suku memiliki kearifan lokal sendiri. Misalnya saja (untuk tidak
menyebut yang ada pada seluruh suku dan etnis di Indonesia), suku Batak kental
dengan keterbukaan, Jawa nyaris identik dengan kehalusan, suku Madura memiliki
harga diri yang tinggi, dan etnis Cina terkenal dengan keuletan. Lebih dari
itu, masing-masing memiliki keakraban dan keramahan dengan lingkungan alam yang
mengitari mereka.
Kearifan lokal itu tentu tidak muncul
serta-merta, tapi berproses panjang sehingga akhirnya terbukti, hal itu
mengandung kebaikan bagi kehidupan mereka. Keterujiannya dalam sisi ini membuat
kearifan lokal menjadi budaya yang mentradisi, melekat kuat pada kehidupan masyarakat.
Namun dari waktu ke waktu nilai-nilai luhur itu mulai meredup, memudar,
kehilangan makna substantifnya. Lalu yang tertinggal hanya kulit permukaan
semata, menjadi simbol yang tanpa arti. Bahkan akhir-akhir ini budaya
masyarakat hampir secara keseluruhan mengalami reduksi, menampakkan diri
sekadar pajangan yang sarat formalitas. Kehadirannya tak lebih untuk
komersialisasi dan mengeruk keuntungan.
Banyak faktor yang membuat kearifan
lokal dan budaya masyarakat secara umum, kehilangan geliat kekuatannya. Selain
kekurangmampuan masyarakat dalam memaknai secara kreatif dan kontekstual
kearifan lokal mereka, faktor lainnya adalah akibat arus globalisasi, dan
kepentingan subjektif dari sebagian elit masyarakat.
Pada sisi itu bencana budaya mulai
berkecambah dalam masyarakat. Dalam kondisi seperti ini, masyarakat tidak mampu
lagi melihat, apalagi menyelesaikan secara arif persoalan yang menimpa mereka.
Krisis demi krisis lalu menjadi bagian hidup bangsa.
B.
Pengertian
Kearifan Lokal
Dalam
pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata:
kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia John M.
Echols dan Hassan Syadily, local
berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan.
Secara umum maka local
wisdom (kearifan
setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan,
bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Ridwan
(2007) mengemukakan bahwa kearifan lokal dapat dipahami
sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak
dan bersikap terhadap sesuatu, objek atau peristiwa yang terjadi dalam ruang
tertentu.
Pengertian tersebut disusun secara
etimologi, dimana wisdom/kearifan dipahami sebagai kemampuan seseorang dengan
menggunakan akal pikirannya dalam bertindak atau bersikap sebagai hasil
penilaian terhadap sesuatu, objek atau peristiwa yang terjadi. Sebagai sebuah istilah wisdom
kemudian diartikan sebagai kearifan/kebijaksanaan. Sementara Local secara spesifik menunjuk pada ruang interaksi terbatas dengan sistem nilai yang
terbatas pula. Sebagai ruang interaksi yang sudah didesain sedemikian rupa yang
di dalamnya melibatkan suatu pola-pola hubungan antara manusia dengan manusia
atau manusia dengan lingkungan fisiknya. Pola interaksi yang sudah terdesain
tersebut disebut settting. Setting adalah sebuah ruang interaksi tempat
seseorang dapat menyusun hubungan-hubungan face to face dalam lingkungannya.
Sebuah setting kehidupan yang sudah terbentuk secara langsung akan memproduksi
nilai-nilai. Nilai-nilai tersebut yang akan menjadi landasan hubungan mereka
atau menjadi acuan tingkah-laku mereka.
Ahimsa-Putra,
menyatakan kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai perangkat pengetahuan dan
praktek-praktek baik yang berasal dari generasi-generasi sebelumnya maupun dari
pengalaman berhubungan dengan lingkungan dan masyarakat lainnya milik suatu
komunitas di suatu tempat, yang digunakan untuk menyelesaikan secara baik dan
benar berbagai persoalan dan/atau kesulitan yang dihadapi (2008 : 12).
Sementara Jim Ife (2002), menyatakan
bahwa kearifan lokal merupakan nilai-nilai yang diciptakan, dikembangkan dan
dipertahankan dalam masyarakat lokal dan karena kemampuannya untuk bertahan dan
menjadi pedoman hidup masyarakatnya. Di dalam kearifan lokal tercakup berbagai
mekanisme dan cara untuk bersikap, berprilaku dan bertindak yang dituangkan
dalam tatananan sosial.
Kearifan lokal merupakan semua
kecerdasan–kecerdasan lokal yang ditranformasikan ke dalam cipta, karya dan
karsa sehingga masyarakat dapat mandiri dalam berbagai iklim sosial yang terus
berubah-ubah. Cipta, karya dan karsa itu disebut juga budaya. Kebudayaan bukan
merupakan istilah baru, namun yang dimaksudkan dengan kebudayaan adalah semua
pikiran, perilaku, tindakan, dan sikap hidup yang selalu dilakukan orang setiap
harinya. Menurut Koentjaraningrat (dalam Rustanto,2005) pembudayaan atau dalam
istilah Inggris dikenal dengan istilah ”Institusionalization” yaitu proses
belajar yang dilalui setiap orang selama hidupnya untuk menyesuaikan diri di
alam pikirannya serta sikapnya terhadap adat, sistem norma dan semua peraturan
yang terdapat dalam kebudayaan dan masyarakatnnya.
Secara umum, kearifan lokal dianggap
pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang
berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai
masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Dengan pengertian-pengertian
tersebut, kearifan lokal bukan sekedar nilai tradisi atau ciri lokalitas semata
melainkan nilai tradisi yang mempunyai daya-guna untuk untuk mewujudkan harapan
atau nilai-nilai kemapanan yang juga secara universal yang didamba-damba oleh
manusia. (dalam situs Departemen Sosial RI)
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa kearifan lokal merupakan seperangkat
pengetahuan, nilai-nilai, perilaku, serta cara bersikap terhadap objek dan
peristiwa tertentu di lingkunganya yang diakui kebaikan dan kebenarannya oleh komunitas tersebut.
C.
Ciri-ciri
Kearifan Lokal
Dalam
disiplin antropologi dikenal istilah local genius. Local genius ini merupakan istilah yang mula pertama
dikenalkan oleh Quaritch Wales. Para antropolog membahas secara panjang lebar
pengertian local
genius ini (lihat
Ayatrohaedi, 1986). Antara lain Haryati Soebadio mengatakan bahwa localgenius adalah juga cultural identity, identitas/kepribadian budaya bangsa yang
menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai
watak dan kemampuan sendiri (Ayatrohaedi, 1986:18-19). Sementara Moendardjito
(dalam Ayatrohaedi, 1986:40-41) mengatakan bahwa unsur budaya daerah potensial
sebagai local
genius karena telah
teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang. Ciri-cirinya adalah:
1. mampu bertahan terhadap budaya luar
2. memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur
budaya luar
3. mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur
budaya luar ke dalam budaya asli
4. mempunyai kemampuan mengendalikan
5. mampu memberi arah pada perkembangan budaya.
D.
Fungsi Kearifan Lokal
Sirtha (2003) sebagaimana dikutip oleh Sartini
(2004), menjelaskan bahwa bentuk-bentuk kearifan lokal yang ada dalam
masyarakat dapat berupa: nilai, norma, kepercayaan, dan aturan-aturan khusus.
Bentuk yang bermacam-macam ini mengakibatkan fungsi kearifan lokal menjadi
bermacam-macam pula. Fungsi tersebut antara lain adalah:
1. Kearifan lokal berfungsi untuk konservasi dan pelestarian
sumberdaya alam.
2. Kearifan lokal berfungsi untuk mengembangkan sumber daya manusia.
3. Berfungsi sebagai pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
4. Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan.
Menurut
Prof. Nyoman Sirtha dalam “Menggali Kearifan Lokal untuk Ajeg Bali” menyatakan bentuk-bentuk
kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa: nilai, norma, etika, kepercayaan,
adat-istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan khusus. Oleh karena bentuknya yang
bermacam-macam dan ia hidup dalam aneka budaya masyarakat maka fungsinya
menjadi bermacam-macam.
Dalam
tulisan “Pola Perilaku Orang Bali Merujuk Unsur Tradisi”, antara lain
memberikan informasi tentang beberapa fungsi dan makna kearifan lokal, yaitu:
1.
Berfungsi
untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam.
2.
Berfungsi
untuk pengembangan sumber daya manusia, misalnya berkaitan dengan upacara daur
hidup, konsep kanda
pat rate.
3.
Berfungsi
untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan, misalnya pada upacara
saraswati, kepercayaan dan pemujaan pada pura Panji.
4.
Berfungsi
sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan.
5.
Bermakna
sosial misalnya upacara integrasi komunal/kerabat.
6.
Bermakna
sosial, misalnya pada upacara daur pertanian.
7.
Bermakna
etika dan moral, yang terwujud dalam upacara Ngaben dan penyucian roh leluhur.
8.
Bermakna
politik, misalnya upacara ngangkuk
merana dan kekuasaan patron client
(Balipos terbitan 4 September 2003)
Dari penjelasan
fungsi-fungsi tersebut tampak betapa luas ranah keraifan lokal, mulai dari yang
sifatnya sangat teologis sampai yang sangat pragmatis dan teknis.
E.
Bentuk
Kearifan Lokal
Jim Ife (2002) menyatakan bahwa
kearifan lokal terdiri dari enam dimensi yaitu :
1. Pengetahuan
Lokal.
Setiap
masyarakat dimanapun berada baik di pedesaan maupun pedalaman selalu memiliki
pengetahuan lokal yang terkait dengan lingkungan hidupnya. Pengetahuan lokal
terkait dengan perubahan dan siklus iklim kemarau dan penghujan, jenis-jenis
fauna dan flora, dan kondisi geografi, demografi, dan sosiografi. Hal ini
terjadi karena masyarakat mendiami suatu daerah itu cukup lama dan telah
mengalami perubahan sosial yang bervariasi menyebabkan mereka mampu beradaptasi
dengan lingkungannnya. Kemampuan adaptasi ini menjadi bagian dari pengetahuan
lokal mereka dalam menaklukkan alam.
2. Nilai
Lokal.
Untuk
mengatur kehidupan bersama antara warga masyarakat, maka setiap masyarakat
memiliki aturan atau nilai-nilai lokal yang ditaati dan disepakati bersama oleh
seluruh anggotannya. Nilai-nilai ini biasanya mengatur hubungan antara manusia
dengan manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan Tuhannnya. Nilai-nilai
ini memiliki dimensi waktu, nilai masa lalu, masa kini dan masa datang, dan
nilai ini akan mengalami perubahan sesuai dengan kemajuan masyarakatnya.
3. Keterampilan
Lokal.
Kemampuan
bertahan hidup (survival) dari setiap masyarakat dapat dipenuhi apabila
masyarakat itu memiliki keterampilan lokal. Keterampilan lokal dari yang paling
sederhana seperti berburu, meramu, bercocok tanam sampai membuat industri rumah
tangga. Keterampilan lokal ini biasanya hanya cukup dan mampu memenuhi
kebutuhan keluargannya masing-masing atau disebut dengan ekonomi subsisten.
Keterampilan lokal ini juga bersifat keterampilan hidup (life skill), sehingga
keterampilan ini sangat tergantung kepada kondisi geografi tempat dimana
masyarakat itu bertempat tinggal.
4. Sumber
daya Lokal.
Sumber
daya lokal ini pada umumnya adalah sumber daya alam yaitu sumber daya yang tak
terbarui dan yang dapat diperbarui. Masyarakat akan menggunakan sumber daya
lokal sesuai dengan kebutuhannya dan tidak akan mengekpoitasi secara
besar-besar atau dikomersilkan. Sumber daya lokal ini sudah dibagi
peruntukannnya seperti hutan, kebun, sumber air, lahan pertanian, dan
permukiman, Kepemilikan sumber daya lokal ini biasanya bersifat kolektif atau
communitarian.
5. Mekanisme
Pengambilan Keputusan Lokal.
Menurut
ahli adat dan budaya sebenarnya setiap masyarakat itu memiliki pemerintahan
lokal sendiri atau disebut pemerintahan kesukuan. Suku merupakan kesatuan hukum
yang memerintah warganya untuk bertindak sebagai warga masyarakat. Masing
masing masyarakat mempunyai mekanisme pengambilan keputusan yang berbeda –beda.
Ada masyarakat yang melakukan secara demokratis atau “duduk sama rendah berdiri
sama tinggi”. Ada juga masyarakat yang melakukan secara bertingkat atau
berjenjang naik dan bertangga turun.
Pendapat
lain menyatakan bahwa bentuk kearifan lokal dapat dikategorikan ke dalam dua
aspek, yaitu kearifan lokal yang berwujud nyata (tangible) dan yang
tidak berwujud (intangible).
a. Berwujud Nyata (Tangible)
Bentuk kearifan lokal yang berwujud nyata meliputi beberapa
aspek berikut:
1. Tekstual
Beberapa jenis kearifan lokal seperti sistem nilai, tata
cara, ketentuan khusus yang dituangkan ke dalam bentuk catatan tertulis seperti
yang ditemui dalam kitab tradisional primbon, kalender dan prasi (budaya tulis
di atas lembaran daun lontar). Sebagai contoh, prasi, secara fisik, terdiri
atas bagian tulisan (naskah cerita) dan gambar (gambar ilustrasi).
2.
Bangunan/Arsitektural
Banyak bangunan-bangunan tradisional yang merupakan cerminan
dari bentuk kearifan lokal, seperti bangunan rumah rakyat di Bengkulu. Bangunan
rumah rakyat ini merupakan bangunan rumah tinggal yang dibangun dan digunakan
oleh sebagian besar masyarakat dengan mengacu pada rumah ketua adat. Bangunan
vernakular ini mempunyai keunikan karena proses pembangunan yang mengikuti para
leluhur, baik dari segi pengetahuan maupun metodenya (Triyadi dkk., 2010).
Bangunan vernacular ini terlihat tidak sepenuhnya didukung oleh prinsip dan
teori bangunan yang memadai, namun secara teori terbukti mempunyai
potensi-potensi lokal karena dibangun melalui proses trial & error,
termasuk dalam menyikapi kondisi lingkungannya.
3. Benda
Cagar Budaya/Tradisional (Karya Seni)
Banyak benda-benda cagar budaya yang
merupakan salah satu bentuk kearifan lokal, contohnya, keris. Keris merupakan
salah satu bentuk warisan budaya yang sangat penting. Meskipun pada saat ini
keris sedang menghadapi berbagai dilemma dalam pengembangan serta dalam
menyumbangkan kebaikan-kebaikan yang terkandung di dalamnya kepada nilai-nilai
kemanusiaan di muka Bumi ini, organisasi bidang pendidikan dan kebudayaan atau
UNESCO Badan Perserikatan Bangsa Bangsa, mengukuhkan keris Indonesia sebagai
karya agung warisan kebudayaan milik seluruh bangsa di dunia. Setidaknya sejak
abad ke-9, sebagai sebuah dimensi budaya, Keris tidak hanya berfungsi sebagai
alat beladiri, namun sering kali merupakan media ekspresi berkesenian dalam hal
konsep, bentuk, dekorasi hingga makna yang terkandung dalam aspek seni dan
tradisi teknologi arkeometalurgi. Keris memiliki fungsi sebagai seni simbol
jika dilihat dari aspek seni dan merupakan perlambang dari pesan sang empu
penciptanya.
Ilustrasi lainnya adalah batik, sebagai
salah satu kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian
dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Terdapat berbagai macam
motif batik yang setiap motif tersebut mempunyai makna tersendiri. Sentuhan
seni budaya yang terlukiskan pada batik tersebut bukan hanya lukisan gambar
semata, namun memiliki makna dari leluhur terdahulu, seperti pencerminan agama
(Hindu atau Budha), nilai-nilai sosial dan budaya yang melekat pada kehidupan
masyarakat.
b. Tidak
Berwujud (Intangible)
Selain bentuk kearifan lokal yang
berwujud, ada juga bentuk kearifan lokal yang tidak berwujud seperti petuah
yang disampaikan secara verbal dan turun temurun yang dapat berupa nyanyian dan
kidung yang mengandung nilai-nilai ajaran tradisional. Melalui petuah atau
bentuk kearifan lokal yang tidak berwujud lainnya, nilai sosial disampaikan
secara oral/verbal dari generasi ke generasi.
Contoh kearifan lokal masyarakat
Elly Burhainy Faizal mencontohkan beberapa
kekayaan budaya, kearifan lokal di Nusantara yang terkait dengan pemanfaatan
alam yang pantas digali lebih lanjut makna dan fungsinya serta kondisinya
sekarang dan yang akan datang. Kearifan lokal terdapat di beberapa daerah:
1. Papua,
terdapat kepercayaan te
aro neweak lako (alam
adalah aku). Gunung Erstberg dan Grasberg dipercaya sebagai kepala mama, tanah
dianggap sebagai bagian dari hidup manusia. Dengan demikian maka pemanfaatan sumber
daya alam secara hati-hati.
2. Serawai,
Bengkulu, terdapat keyakinan celako kumali. Kelestarian lingkungan terwujud dari kuatnya keyakinan ini yaitu
tata nilai tabu dalam berladang dan tradisi tanam tanjak.
3. Dayak
Kenyah, Kalimantan Timur, terdapat tradisi tana‘ ulen. Kawasan hutan dikuasai dan menjadi milik masyarakat adat.
Pengelolaan tanah diatur dan dilindungi oleh aturan adat.
4. Masyarakat
Undau Mau, Kalimantan Barat. Masyarakat ini mengembangkan kearifan lingkungan
dalam pola penataan ruang pemukiman, dengan mengklasifikasi hutan dan
memanfaatkannya. Perladangan dilakukan dengan rotasi dengan menetapkan masa bera, dan mereka mengenal tabu sehingga penggunaan
teknologi dibatasi pada teknologi pertanian sederhana dan ramah lingkungan.
5. Masyarakat
Kasepuhan Pancer Pangawinan, Kampung Dukuh Jawa Barat. Mereka mengenal upacara
tradisional, mitos, tabu, sehingga pemanfaatan hutan hati-hati. Tidak
diperbolehkan eksploitasi kecuali atas ijin sesepuh adat.
6. Bali
dan Lombok, masyarakat mempunyai awig-awig.
Kearifan lokal merupakan suatu gagasan konseptual yang hidup
dalam masyarakat, tumbuh dan berkembang secara terus-menerus dalam kesadaran masyarakat,
berfungsi dalam mengatur kehidupan masyarakat dari yang sifatnya berkaitan
dengan kehidupan yang sakral sampai yang profan.
Mana Daftar pustkanya Pak?
BalasHapusApa kabar kang? Salam hangat dari Berau..
BalasHapusありがとうございます😊
BalasHapusKurang tepat jawabannya
BalasHapusYuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
BalasHapusDalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
Yang Ada :
TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
Sekedar Nonton Bola ,
Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
Website Online 24Jam/Setiap Hariny
maaf, butuh daftar pustakanya 🙏
BalasHapus